1.1 Terjebak

Aku terjebak, benar-benar terjebak.


Berawal dari beberapa minggu yang lalu. Mamaku tiba-tiba ingin merubah posisi perabotan rumah. Awalnya hanya ingin sekedar beberes perabotan yang berantakan, tapi sekalian sudah berantakan ya dibuat rapih saja sekalian. Memang sudah lama juga aku selalu ribut masalah barang-barang yang ditata sembarangan, membuat sumpek.

Semua buku dipilah-pilih yang sekiranya dibutuhkan saja untuk disimpan. Dan dari situ aku menemukan tumpukan diary. Juga ada sebuah kotak kecil tempat menyimpan surat-suratan. Awalnya cuma mau aku baca saja sebelum dibuang, tapi ternyata aku terlalu sayang dengan kenangannya. Hingga aku terjebak nostalgia (lebay tapi ini serius)...


Enam tahun terakhir, aku seringkali (walau tidak selalu) memikirkan seseorang. Kejadian masa lalu membuatku selalu memikirkannya. Setiap bertemu orang yang bernama sama, yang kuingat cuma orang itu. Dan selama ini pula, dia selalu jadi pembanding. Selama ini aku terus beranggapan bahwa aku hanya sekedar teringat, tidak lebih. Tapi aku juga harus jujur, aku selalu merasa sedih saat mendengar dia sudah ada yang punya, tidak cuma sekali. Sempat satu kali ia berpacaran dengan teman dari temanku, yang bertanggal lahir sama denganku. Membuatku bertanya-tanya apa maksud semua ini? Tapi itu hanya selingan, berlalu begitu saja. Aku bahkan tidak pernah tahu, apakah dia menyadari hal itu atau tidak.

Tidak lama setelah itu, aku dengar ia berpacaran dengan orang berbeda, satu kampus dengannya. Aku juga sempat bertemu doi. Langgeng sampai hari ini. Otakku selalu menyangkal perasaan itu. Selama delapan tahun aku melewati hari demi hari menyaksikan semuanya. Selalu beranggapan bahwa aku hanya sekedar teringat masa lalu, tidak lebih. 

Seharian aku membaca semua isi diary. Terlihat jelas semua kejadian, seperti terbawa mesin waktu ke masa lampau. Perasaan yang selama ini tanpa sengaja kupendam, kembali buncah. Membuka kembali ingatan kejadian-kejadian menyenangkan, membuatku tersenyum. Sebagian ingatan yang hampir terlupakan, kembali muncul hingga ke detailnya. Setengah diary pertama semua bercerita kejadian yang menyenangkan. Aku kembali merasakan emosi yang sudah lama kulupa, perasaan suka pada lawan jenis.

Setengah diary itu pula aku merasa aman membacanya. Tidak merasa terjebak, padahal disitulah semuanya dimulai. Saat perasaan itu kembali dibuka hingga ke akar. Aku seperti terlahir kembali setelah delapan tahun lamanya aku merasa terbebani untuk hidup (ini juga serius, entah apa yang membuatku merasa terbebani). Aku terus melanjutkan membaca diary hingga ke titik permasalahan. Dimana aku mulai merasa semua orang terasa menyebalkan. 

Masalah itu dimulai ketika aku mulai merasa bosan menunggu kepastian. Sekian lama aku selalu berusaha membuat perasaanku terlihat jelas, tanpa menyangkal. Tidak pernah sekalipun aku bilang bahwa aku tidak menyukainya, tidak pernah. Berbulan-bulan aku rela menjadi bahan candaan yang kadang aku pikir bahwa semua itu bohong, aku hanya menjadi bulan-bulanan mereka. Tapi aku berharap banyak. Aku memang pernah satu kali membuat kesalahan, tapi bukankah sudah clear? Aku sudah menjelaskan alasannya, bukankah dia juga sudah tidak mempermasalahkan? Entah apa yang terjadi dengannya, semua berakhir tanpa ada kejelasan. Selesai tanpa ada ujungnya. Hingga akhirnya aku menyangka semua itu benar bohong adanya.

Sejak saat itu, aku merasa semua orang sangat menyebalkan. Serba salah. Dua tahun lebih aku harus memendam perasaan hingga kelulusan. Saat kuliah, aku harus menerima kenyataan bahwa dia sudah berpacaran. Langgeng sampai hari ini, saat aku kembali membuka perasaan itu. Saat aku baru menyadari bahwa selama delapan tahun rupanya aku tidak menghilangkan perasaan tersebut, melainkan memendamnya. Butuh waktu yang sangat lama rupanya bagiku menyadari perasaan ini. Delapan tahun bukan waktu yang singkat. Sudah terlalu banyak waktu berlalu, sudah terlalu banyak kenangan baru dan sudah terlalu banyak kenangan lama yang mungkin dia lupakan.

Kenyataan bahwa perasaan ini masih ada dan terungkap disaat yang sudah begitu amat terlambat, adalah hal paling menyakitkan dibandingkan saat aku tahu dia sudah berpacaran. Rupanya perasaan ini perlu jawaban dari maksud kejadian-kejadian yang terjadi di masa lalu. Atau setidaknya harus ada pengganti pengisi perasaan ini. Entahlah bagaimana masalah ini akan berakhir. Delapan tahun sudah berlalu begitu saja tanpa menyadari perasaan ini.

Entah dimana kesalahanku waktu itu hingga aku harus terus menunggu bahkan sampai saat ini, saat aku baru menyadari semuanya. Delapan tahun bukannya tidak mau mencari pengganti, tapi ternyata hati tidak bisa terganti. Aku tahu waktu akan terus berlanjut, tanpa peduli perasaan seseorang. Esok lusa, aku harus bisa berdamai dengan hatiku, agar aku bisa menjalani hidupku tanpa beban. Esok lusa, mungkin aku harus sudah serius mencari pengganti agar lebih mudah berdamai dengan keadaan.

NB: aku penasaran bagaimana cerita ini akan berakhir. Suatu saat, aku pastikan cerita ini ada akhirnya.

tachi

Salah satu Odapus yang berprofesi sebagai apoteker

No comments:

link